Reshuffle Perdana Kabinet Prabowo-Gibran
Reshuffle Perdana Kabinet Prabowo-Gibran

WorldNews – Di sedang gejolak aksi ‘Indonesia Gelap‘ yang dilaksanakan sejumlah mahasiswa di bermacam daerah, Presiden Prabowo Subianto jalankan reshuffle kabinet perdananya di Istana Kepresidenan, Jakarta, terhadap Rabu, 19 Februari 2025.
Dalam perombakan Kabinet Merah Putih ini, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro digantikan oleh Brian Yuliarto, Guru Besar Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung (ITB).
Brian formal dilantik menjadi Mendiktisaintek terhadap sisa era jabatan Kabinet Merah Putih. Pengangkatan Brian berdasarkan Keppres Nomor 26B Tahun 2025 perihal Pemberhentian dan Pengangkatan Menteri Negara Kabinet Merah Putih 2024-2029.
“Mengangkat Profesor Brian Yuliarto sebagai Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi Kabinet Merah Putih dalam sisa era jabatan periode 2024-2029,” ucap pembaca Surat Keputusan di Istana Negara, Rabu 19 Februari 2025.
Selain itu, Presiden Prabowo juga jalankan pergantian terhadap sejumlah pejabat tinggi. Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian digantikan oleh Nugroho Sulistyo Budi, waktu Wakil Kepala BSSN A. Rachmad Widodo kini dijabat oleh Pratama Dahlian Persadha.
Dalam peluang yang sama, Prabowo juga melantik Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti sebagai Kepala BPS definitif. Selain itu, Plt. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh kini formal menjadi Kepala BPKP.
“Bahwa saya bakal setia kepada Undang-Undang Dasar 1945 serta bakal mobilisasi segala ketentuan perundang-undangan dengan seutuhnya demi dharma bakti saya kepada bangsa dan negara,” ujar Prabowo waktu membacakan sumpah jabatan.
“Bahwa saya dalam mobilisasi tugas dan jabatan bakal menghormati tinggi etika jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya, serta penuh rasa tanggung jawab,” lanjutnya.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, menilai ketentuan Presiden Prabowo mengganti posisi Menteri Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Mendiktisaintek) berasal dari Satryo Brodjonegoro ke Brian Yuliarto telah tepat. Menurutnya, Brian punya latar belakang yang cukup baik untuk menjadi Mendiktisaintek dan kapasitasnya serupa dengan Satryo Brodjonegoro.
“Hanya saja Satryo tidak cukup perhatikan adab, agar tak tepat memimpin kementerian di bidang pendidikan. Kalau Brian merawat adab, diharapkan tak ada lagi gejolak di Kemendiktisaintek. Prabowo tampaknya bakal senang terhadap menteri yang bisa merawat kondusifitas instansi yang dipimpinnya,” kata Jamiluddin kepada Liputan6.com, Kamis (20/2/2025).
Meski demikian, ia lihat cara pencopotan Satryo Brodjonegoro berasal dari Mendiktisaintek waktu ini belum bisa didasarkan terhadap asas penilaian kinerja. Sebab, kata dia, Satryo dalam 100 hari pertama tetap repot mengonsolidasikan lembaganya akibat ada perpecahan di kementerian pendidikan.
Ia pun menilai tidak adil menuntut kinerja kepada menteri yang tetap jalankan penataan internal organisasi. “Karena itu, penggantian Satryo lebih terhadap pertimbangan politis. Satryo dinilai tidak bisa merawat kondusifitas instansi yang dipimpinnya. Indikasi itu nampak berasal dari ada demo di lembaganya. Namun demo itu lebih disebabkan karena adab sang menteri agar terjadi instabilitas di Kemendiktisaintek. Hal ini kiranya yang tidak diharapkan Presiden Prabowo Subianto,” jelasnya.
Di sisi lain, Jamiluddin menilai reshuffle perdana Prabowo-Gibran juga tidak mengenai dengan konsolidasi kekuatan politik di pemerintahan. “Sebab, Satryo Brodjonegoro bukanlah sosok yang berpolitik praktis. Ia justru lebih kental ilmuwannya, yang miliki kebiasaan bicara hitam putih.”
Ia juga beri tambahan bahwa pengganti Satryo, Brian Yuliarto, juga bukan figur politik. “Brian juga lebih tepat disebut ilmuwan. Hal itu menguatkan dugaan pergantian Mendiktisaintek bukan ditujukan untuk konsolidasi kekuatan politik di dalam pemerintahan Prabowo,” ucapnya.
Adapun mengenai reshuffle kabinet di sedang aksi ‘Indonesia Gelap’, Jamiluddin menilai bahwa ke dua peristiwa itu tidak punya keterkaitan langsung. Mengingat, aksi berikut lebih terarah kepada kebijakan Prabowo, bukan kebijakan Mendiktisaintek.
“Jadi, demo mahasiswa tidak mengenai dengan reshuffle Satryo Brodjonegoro. Reshuffle dan demo Indonesia Gelap peristiwa politik yang berbeda,” pungkasnya.
Reshuffle Kabinet Jadi Warning
Sementara itu, Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno menilai bahwa pergantian Satryo Brodjonegoro berasal dari jabatan Menteri Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Mendiktisaintek) bukanlah perihal yang mengejutkan. Menurut Adi, setidaknya ada dua alasan kuat bagi pemerintah untuk jalankan reshuffle posisi Mendiktisaintek.
“Pertama seumpama didemo oleh pegawainya sendiri di Kementerian Dikti dan Saintek gitu ya. Kedua adalah pernyataan-pernyataannya yang blunder mengenai dengan efisiensi anggaran pemerintah itu yang berdampak terhadap kenaikan duit kuliah, UKT, dan seterusnya. Dua perihal ini yang saya kira menjadi alasan terkuat kenapa Satryo itu di-reshuffle ya,” ujar Adi kepada Liputan6.com, Kamis (20/2/2025).
“Kalau sudi jujur ini kemungkinan menteri pertama kali dalam histori yang didemo oleh para pembantunya, di demo oleh para pegawai-pegawainya, ini yang saya kira Prabowo dalam perihal ini sejak awal telah lihat bahwa menteri ini sepertinya sesungguhnya benar-benar tidak layak untuk dipertahankan,” sambungnya.
Di sisi lain, Adi juga menilai reshuffle ini bisa menjadi peringatan bagi anggota kabinet lainnya. Presiden Prabowo, menurutnya, ingin meyakinkan bahwa evaluasi kinerja bakal terus dilakukan, dan menteri yang tidak memenuhi ekspektasi bisa diganti kapan saja.
“Ya tentu ini menjadi warning ya, menjadi semacam peringatan, alarm kepada pembantu-pembantu presiden yang lain bahwa mereka yang kerjanya tidak perform, tidak sesuai dengan ekspektasi ya saya kira tinggal nunggu waktu untuk di-reshuffle,” pungkasnya.
Adapun Peneliti Senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, menilai perombakan kabinet perdana Prabowo-Gibran merupakan indikasi ada kekeliruan dalam sistem rekrutmen awal menteri.
“Reshuffle yang begitu cepat, saya kira itu menunjukkan ada kekeliruan fatal dalam rekrutmen. Ya kemungkinan berasal dari 100 itu ada 1-2 ya yang sesungguhnya mesti dievaluasi kinerjanya,” ujar Usep kepada Liputan6.com, Kamis (20/2/2025).
Menurutnya, ada bermacam aspek pertimbangan Presiden Prabowo jalankan reshuffle terhadap pembantunya. Tidak terkecuali ada desakan berasal dari masyarakat. “Ya tentu, tidak bisa dinafikan juga desakan masyarakat, itu juga kan menurut saya di perguruan tinggi di kementerian itu, itu juga kan ini kan telah kebangetan ya, kemarin itu kan ada demo yang bawahannya itu mendemo menterinya, itu kan menurut saya kekeliruan yang fatal.” ujarnya.
Namun, ia tidak lihat ada desakan politik yang vital dalam reshuffle tersebut, melainkan lebih kepada evaluasi terhadap kinerja menteri itu sendiri.
“Kalau saya, saya tidak lihat politik desakan-desakan berasal dari partai, enggak saya kira. Tapi lebih banyak terhadap kasus kinerja ya, berat ke kinerja itu,” Usep menandasi.
Demo Mahasiswa Jadi Alasan Kuat Prabowo Copot Satryo Brodjonegoro
Pengamat Politik Indonesia Political Review (IPR), Iwan Setiawan menilai pencopotan Satryo Soemantri Brodjonegoro berasal dari jabatan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) mengenai dengan aksi demo mahasiswa bertajuk ‘Indonesia Gelap’.
Menurut Iwan, Satryo menjadi penyebab mahasiswa turun ke jalur lantaran mengeluarkan pernyataan yang membuat gusar waktu Rapat Kerja di DPR RI mengenai potensi meningkatkan duit kuliah mahasiswa imbas kebijakan efisiensi anggaran.
“Bahwa imbas efisiensi bakal bisa meningkatkan cost kuliah atau duit kuliah tunggal di perguruan tinggi. Sehingga menimbulkan keresahan publik khususnya mahasiswa, maka muncullah demonstrasi,” kata Iwan lewat pesan singkat kepada Liputan6.com, Rabu 19 Februari 2025.
Iwan menyebut, menjadi perihal lumrah terkecuali Presiden Prabowo Subianto marah kepada Satryo dan mengambil cara tegas pencopotan.
Sebab, lanjut Iwan, seharusnya pesan efisiensi itu bisa disampaikan dengan baik oleh para menterinya, seperti hanya berdampak terhadap cost perjalanan dinas, alat tulis kantor, fokus grup diskusi, dan bukan terhadap cost kuliah atau belanja pegawai.
“Belum lagi sebelum ini, Mendiktisaintek membuat gaduh dan heboh setelah didemo oleh pegawainya karena dianggap semena-mena memecat dan memaki bahasanya. Jadi, menurut saya, menteri seperti ini sesungguhnya pantas diganti,” kata Iwan menandasi.
Diketahui, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) telah menggelar aksi demontrasi bertajuk ‘Indonesia Gelap’ di sekitar Patung Kuda, Jakarta Pusat, Senin 17 Februari 2025. Aksi ini disebut sebagai bentuk rasa kecewa terhadap sejumlah kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka.
Tak hanya turun ke jalan, sarana sosial turut diramaikan dengan tagar aksi Indonesia Gelap yang mencapai 43,8 ribu tulisan di platform X. Gerakan ini menjadi sorotan publik karena mengusung simbol Garuda dengan latar hitam, mencerminkan keprihatinan mahasiswa terhadap keadaan bangsa yang dinilai semakin jauh berasal dari cita-cita kemakmuran.
Koordinator Pusat BEM SI, Herianto mengatakan ada tujuh tuntutan mahasiswa dalam unjuk rasa ‘Indonesia Gelap’. Salah satunya, meminta Prabowo mencabut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 2025 perihal Efisiensi Anggaran yang dinilai merugikan masyarakat.
“Menuntut Presiden mencabut Inpres nomor 1 tahun 2025 yang merugikan rakyat,” kata Herianto waktu dihubungi, Senin 17 Februari 2025.
Selain itu, BEM SI menuntut transparansi status pembangunan dan transparansi keseluruhan program Makan Bergizi Gratis (MBG). BEM SI juga menolak revisi UU Minerba dan dwifungsi TNI, serta meminta RUU Perampasan Aset disahkan.
Unjuk rasa ini juga diikuti BEM Universitas Indonesia (UI). Dalam tuntutannya, BEM UI meminta Prabowo mencabut pasal dalam RUU Minerba yang terlalu mungkin perguruan tinggi mengelola tambang untuk merawat independensi akademik.
Selanjutnya, BEM UI meminta MBG dievaluasi keseluruhan dan mengeluarkan program unggulan Prabowo ini berasal dari anggaran pendidikan. Kemudian, BEM UI mendesak agar Inpres pemangkasan anggaran dicabut.
“Kami mahasiswa UI mulai resah dengan keadaan bangsa akhir-akhir ini. Begitu banyak kebijakan ugal-ugalan nirsubstansi yang membuat penderitaan rakyat terus berlanjut,” dikutip berasal dari account Instagram @bemui_official.